Pengertian, Fungsi, Tujuan APBN Dan APBD
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
1.
Pengertian APBN
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. APBN ini merupakan rencana kerja pemerintahan Negara dalam rangka
meningkatkan hasil-hasil pembangunan secara berkesinambungan serta melaksanakan
desentralisasi fiskal.
Periode APBN
di Indonesia pada masa Orde Baru berawal dari 1 April sampai dengan 31 Maret
tahun berikutnya. Pada pemerintahan saat ini, tahun anggaran meliputi masa satu
tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Contoh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2004 dan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005
Dari data
APBN tahun 2004 dan RAPBN 2005 di atas menunjukkan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan, baik kuantitatif maupun secara kualitatif. Kenaikan itu
sebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi yang menyebabkan kenaikan anggaran
penerimaan dan pengeluaran.
2. Tujuan
APBN
Tujuan APBN
adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan
kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat.
3. Fungsi
APBN
Anggaran
adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Dengan demikian APBN melaksanakan beberapa fungsi antara lain :
- Fungsi otorisasi mengandung arti
bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi perencanaan mengandung
arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan mengandung
arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
- Fungsi alokasi mengandung arti
bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
- Fungsi distribusi mengandung
arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
- Fungsi stabilisasi mengandung
arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
4.
Prinsip Penyusunan APBN
a. Prinsip
Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pendapatan
- Intensifikasi penerimaan
anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan penyetoran.
- Intensifikasi penagihan dan
pemungutan piutang negara, misalnya sewa atas penggunaan barang-barang
milik negara.
- Penuntutan ganti rugi atas
kerugian yang diderita oleh negara dari denda yang telah dijanjikan.
b. Prinsip
Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pengeluaran Negara
- Hemat, tidak mewah, efisien, dan
sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
- Terarah, terkendali sesuai
dengan rencana, program/kegiatan.
- Semaksimal mungkin menggunakan
hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi
nasional.
5. Azas
Penqusunan APBN
Penyusunan
program pembangunan tahunan dituangkan dalam APBN dengan berazaskan:
- Kemandirian, artinya sumber
penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan.
- Penghematan atau peningkatan
efisiensi dan produktivitas.
- Penajaman prioritas pembangunan.
6.
Landasan Hukum APBN
- UUD 1945 pasal 23 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara
7. Cara
Penyusunan APBN
Anggaran
negara pada suatu tahun secara sederhana bisa dibaratkan dengan anggaran rumah
tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi
penerimaan dan sisi pengeluaran.
Dalam
menyusun anggaran, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) dihadapkan dengan berbagai ketidak pastian. Setidaknya terdapat enam
sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni
(i) harga minyak bumi di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah
yang ditentukan OPEC; (iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga;
dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan
angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sangat penting dalam
penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar
penyusunan RAPBN. Penetapan angka asumsi ini dilaksanakan oleh suatu tim yang
terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator
Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk
membahas dan menentukan angka asumsi. Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh
tim ini selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu diketahui
bahwa angka-angka yang tertera ini masih berupa usulan dari pihak eksekutif
(pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya
RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna
yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR.
Tentunya perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama
berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini
mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab
terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi
ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi
pergeseran secara riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik
publik”.
Sesudah
RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN melalui
Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan
Undang-undang APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Agar
pelaksanaa APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden
tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden
tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang
APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian
negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk
tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan
dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota
dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
6.
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Laporan
pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan
yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan
arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian
pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
B. Sumber
Penerimaan Dan Pengeluaran Negara
Secara garis
besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu (i) Pendapatan Negara dan
Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan Primer; (iv) Surplus/Defisit
Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN secara lebih rinci adalah sebagai
berikut :
I.
Pendapatan Negara dan Hibah
a.
Penerimaan Dalam Negeri
- Penerimaan Perpajakan
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
b. Hibah
II. Belanja
Negara
A. Anggaran
Belanja Pemerintah Pusat
- Pengeluaran
Rutin
-
Pengeluaran Pembangunan
B. Anggaran
Belanja Untuk Daerah
- Dana
Perimbangan
- Dana
Otonomi Khusus dan Penyeimbang
III.
Keseimbangan Primer
IV.
Surplus/Defisit Anggaran
V.
Pembiayaan
A.
Pembiayaan Dalam Negeri
B.
Pembiayaan Luar Negeri
Sebagaimana
terlihat dalam lampiran APBN Tahun 2004 dan RAPBN 2005 di Tabel 2.1 menunjukkan
adanya kelompok rincian penerimaan (pendapatan) dan kelompok rincian
pengeluaran (belanja) negara.
A. Sumber
Penerimaan
Sumber
penerimaan Pendapatan Negara adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak, serta penerimaan hibah
dari dalam negeri dan luar negeri
I.
Penerimaan Dalam Negeri
Penerimaan
dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk
Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Bukan Pajak. Berdasarkan asumsi-asumsi
ekonomi makro, Pendapatan negara dan hibah direncanakan akan mencapai Rp
377,886.3 miliar rupiah atau naik Rp 28 triliun (8 persen) dari tahun 2004.
Secara lebih rinci sebgai berikut :
1.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan ini durencanakan
mencapai jumlah 297.510,0 miliar rupiah.
a. Peneriaan
Pajak Dalam Negeri sebesar 285.147,3 miliar rupiah yang berasal dari Pajak
penghasilan (Migas dan Non Migas), Pajak pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Bangunan, BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), Cukai dan Pajak
lainnya.
b. Pajak
Perdagangan Internasional mencapai jumlah 12.362,7 miliar yang berasal dari Bea
masuk dan Pajak/pungutan ekspor
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah semua penerimaan yang diterima Negara
dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba
badan usaha milik Negara, dan penerimaan Negara bukan pajak lainnya. Penerimaan
Bukan Pajak ini direncanakan mencapai jumlah 79.626,3 miliar rupiah meliputi
a.
Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas) 50.941,4 miliar.
b. Bagian
Laba BUMN mencapai 9.424,0 miliar rupiah, dan
c. PNBP
lainnya sebesar 19.260,9 miliar rupaih.
II.
Hibah
Penerimaan
hibah adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam
negeri, dan sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri termasuk
lembaga Internasional. Penerimaan Hibah ini tidak perlu dikembalikan. Hibah
meliputi pemberian untuk proyek khusus dan untuk mendukung anggaran secara
umum. Hibah dalam bentuk peralatan, barang, dan bantuan teknis, misalnya
biasanya tidak dimasukkan dalam anggaran tetapi dicatat dalam item memorandum.
Dari tabel 2.1 dapat kita lihat bahwa jumlah hibah dapat direalisir untuk APBN
tahun 2003 sebesar 750,0 miliar rupiah
Jika kita
perhatikan, Sumber penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan
mencapai Rp 297,510 miliar rupiah atau 78,7 persen dan penerimaan bukan pajak
Rp 79,626,3 miliar rupiah atau 21,1 persen dari seluruh penerimaan negara.
B.
Pengeluaran Negara
Pengeluaran
atau belanja negara adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai belanja
pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.
I. Belanja
Pemerintah Pusat
Belanja
pemerintah Pusat ini direncanakan mencapai jumlah 264.877,3 miliar rupiah yang
meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga
Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja Lain-lain.
Dari
keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat, sebesar Rp 264,877,3 miliar
rupiah dialokasikan kepada sekitar 53 kementerian/lembaga. Dari sejumlah
kementerian/lembaga tersebut, prioritas pertama adalah Kementerian Pertahanan dan
Keamanan, kedua Pendidikan, ketiga Prasarana Wilayah, keempat Kepolisian, dan
kelima Kesehatan, sesuai dengan prioritas kebijakan pembangunan nasional.
Belanja
pegawai
Dalam RAPBN
2005 alokasi untuk belanja pegawai adalah Rp 62.238,1 miliar rupiah dan belanja
barang adalah Rp 320.971,8 miliar rupiah. Anggaran belanja pegawai dalam tahun
2005 direncanakan meningkat 3,9 persen
Belanja
Modal
Disamping
itu, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, dianggarkan belanja modal Rp
42,7 triliun, yang berarti jumlahnya bertambah 8,6 persen dari anggaran yang
sama tahun 2004. Belanja modal tersebut akan dipergunakan untuk kegiatan
investasi sarana dan prasarana pembangunan, yaitu dalam bentuk tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta belanja modal fisik lainnya.
Pembayaran
Bunga Utang
Selanjutnya,
pemerintah juga menganggarkan pembayaran bunga utang sebesar Rp 63.986,8 miliar
rupiah, terdiri atas bunga utang dalam negeri Rp 38,844,5 miliar rupiah dan
bunga utang luar negeri Rp 25,142,4 miliar rupiah.
Subsidi
Subsidi
merupakan bentuk pengeluaran pemerintah yang mengakibatkan kenaikan daya beli
masyarakat. Peningkatan daya beli bisa terjadi melalui dua hal, (i) harga
barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari yang seharusnya; dan (ii)
penghasilan masyarakat meningkat karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk
memperoleh suatu barang/jasa. Contoh, pemberian subsidi pada Pertamina
dimaksudkan agar harga jual bahan bakar minyak (BBM) pada masyarakat lebih
rendah dari biaya pengadaannya sehingga sebagian dari penghasilan masyarakat
yang seharusnya dipakai untuk membayar konsumsi BBM dapat dipakai untuk
keperluan lain. Berdasarkan sifat subsidi yang meningkatkandaya beli masyarakat
atau seolah-olah menambah penghasilan, maka subsidi sering disebut sebagai pajak
negatif. Pengeluaran untuk subsidi selalu terkait dengan kebijakan stabilisasi
ekonomi yang ditempuh melalui pengendalian harga barang-barang yang banyak
dikonsumsi masyarakat atau dianggap merupakan hajat hidup orang banyak.
Bentuk-bentuk subsidi tersebut diantaranya adalah (i) subsidi tariff listrik;
(ii) subsidi BBM; (iii) subsidi pupuk; (iv) subsidi harga benih; (v) subsidi
pengadaan pangan pada Badan Urusan Logistik (BULOG); (vi) subsidi bunga pada
kredit program, dan lain-lain.
Dalam tahun
2005 dianggarkan subsidi BBM, listrik, pangan, pupuk, kredit program, dan
kepada BUMN pelaksana jasa layanan umum Rp 33,645,2 miliar rupiah, yang
menunjukkan peningkatan 26,3 persen dari anggarannya tahun 2004.
II. Belanja
Daerah
Belanja
untuk daerah adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai dana perimbangan,
serta dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Langkah-langkah kebijakan yang
diusulkan tahun 2005 untuk belanja daera direncanakan mencapai jumlah
129.901,2. miliar rupiah
1. Dana
perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan ini
yang direncanakan mencapai 123.448,2 miliar rupiah.
Dana bagi
hasil (DBH) adalah bagian daerah atas penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan sumber daya alam
Dana alokasi
umum (DAU) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
Dana alokasi
khusus (DAK) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
untuk membantu membiayai kebutuhan khusus
2. Dana
otonomi khusus dan dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk
membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta untuk
penyesuaian kekurangan dana alokasi umum untuk beberapa daerah. Dana Otonomi
Khusus dan Penyesuaian ini dialokasikan mencapai sebesar 6.453,0.
C.
Surplus/Defisit Anggaran
Deifisit
anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di
saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara
untuk mengukur defisit anggaran, yaitu :
1. Defisit
Konvensional adalah defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total
belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
2. Defisit
Moneter merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran
pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang).
3. Defisit
Operasional Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan
nilai nominal
4. Defisit
Primer merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga
hutang) dengan total pendapatan.
Prospek
ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 diperkirakan akan semakin membaik dengan
pertumbuhan ekonomi akan mencapai sebesar 5,4 persen, laju inflasi sebesar 5,5
persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.600/US$ dan tingkat suku bunga
SBI - 3 bulan sekitar 6,5 persen per tahun. Sementara itu, harga minyak
internasional dan tingkat produksi minyak Indonesia diperkirakan masing-masing
sebesar US$24 per barel dan 1,125 juta barel per hari.
Dengan
asumsi tersebut, maka pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2005 diperkirakan
mencapai sebesar Rp 377,886,3 miliar rupiah (17,2 persen PDB), sedangkan
belanja negara diperkirakan mencapai sebesar Rp 394,778,5 miliar rupiah (18,0
persen PDB). Dengan demikian, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp 16,892,2
miliar rupiah (0,8 persen PDB).
E.
Pembiayaan
Dalam
keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah
direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bisa berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut sebagai
pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk misalnya (i) hutang; (ii) menjual asset milik negara; dan (iii)
memperoleh hibah.
Hutang luar
negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti
(i) negara sahabat; (ii) lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB, dll); dan
(iii) pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima
dapat berupa (i) dana; (ii) barang; dan (iii) jasa. Berbentuk barang bila
pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara
kredit. Sedangkan bentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari
pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu
yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.
Berdasarkan
RAPBN tahun 2005 defisit anggaran akan mencapai sebesar Rp 16,892,2 miliar
rupiah, defisit ini akan dibiayai dari sumber dalam negeri sebesar Rp 37,085,8 miliar
rupiah (1,7 persen PDB) dikurangi pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp
20,193,6 miliar rupiah (0,9 persen PDB).
C.
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
Sesuai
dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian
kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku
pengelola keuangan daerah. Untuk selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
1.
Pengertian APBD
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
2. Tujuan
APBD
Tujuan APBD
adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran dalam melaksanakan kegiatan
daerah untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat daerah.
3. Fungsi
APBD
Sebagaimana
fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka APBD berfungsi sebagai
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4. Cara
Penyusunan APBD
APBD
merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Sebagaimana
penyusunan APBN, maka langkah-langkah penyusunan APBD adalah sebagai berikut :
Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Sesudah
RAPBD disetujui oleh DPR, RAPBD kemudian ditetapkan menjadi APBD melalui
Peraturan daerah. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang
diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut
dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
D.
Pengaruh Apbn Dan Apbd Terhadap Perekonomian.
Dengan APBN
dan APBD, dapat diketahui arah, tujuan, serta prioritas pembangunan yang akan
dan sedang dilaksanakan. Dengan demikian, peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi juga akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi.
Peningkatan sumber daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam
proses produksi, sehingga hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan
produksi yang tidak dikonsumsi akan meningkatkan tabungan masyarakat. Akhirnya,
peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi sehingga semakin banyak barang
dan jasa yang tersedia bagi masyarakat.
E.
Kebijakan Anggaran.
Penyusunan
Anggaran dilatarbelakangi oleh suatu kebijaksanaan tententu. Sebagai contoh,
misalnya sasaran-sasanan apakah yang hendak dicapai dengan APBN Tahun 2004
atau Tahun 2005?. Sasaran APBN tidak lepas dan sasaran kebijaksanaan keuangan
pemerintah yang pada giirannya harus menunjang sasaran pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi sebagaimana direncanakan dalam pembangunan dan kestabilan
moneter, perluasan kesempatan kerja, pelayanan umum dan lain-lainnya yang
menyangkut peningkatan kesejahtenaan rakyat.
Sebelum
tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang dinamis, dimana jumlah
penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan jumlahnya
diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001 hingga sekarang,
prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran surplus/defisit.
Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, penyusunan RAPBN mulai tahun 2005 telah menerapkan
format baru yaitu Format Anggaran Terpadu (Unified Budget) berdasarkan
ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Format baru tersebut merupakan sistem penganggaran terpadu yang melebur
anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran. Penggabungan belanja
rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang)
dengan belanja pembangunan diharapkan mengurangi tumpang tindih alokasi.
Dalam upaya
mewujudkan kesinambungan fiskal, maka langkah strategis yang akan dijalankan
oleh Pemerintah, yaitu;
(i)
menurunkan defisit APBN secara bertahap menuju kondisi seimbang atau surplus,
dan
(ii)
melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien, dan
efektif.
Penurunan
defisit APBN dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan, yang terutama berasal
dari utang, dapat dikurangi sehingga secara bertahap rasio utang Pemerintah
terhadap PDB menjadi semakin berkurang.
Sementara
itu, pengelolaan pembiayaan anggaran lebih diutamakan kepada pembiayaan dari
utang dalam negeri dan luar negeri, dengan pengelolaan yang sesuai kebijakan
untuk menjaga kesinambungan fiskal, sedangkan penggunaan rekening pemerintah di
Bank Indonesia dan privatisasi BUMN yang jumlahnya terbatas hanya bersifat sementara.
Sejalan
dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account.
Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan
negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
Konversi
belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dari format lama ke format baru
disajikan dalam tabel belanja negara berikut ini
Kebijaksanaan
APBN mungkin berbeda-beda menurut kebijaksanaan umum yang dilaksanakan. Mungkin
kebijaksanaan APBN Indonesia tahun 2010, tidak perlu lagi didasarkan atas asas
berimbang dan dinamis. Hal itu, sekali lagi, tergantung pada kebijaksanaan
umum yang meliputi perkembangan politik, ekonoini dan sosial budaya.
F. Macam
Kebijakan Anggaran
Sebagaimana
pembahasan terdahulu, Kebijakan anggaran dapat dilakukan dengan cara anggaran
berimbang, surplus, dan defisit.
Kebijaksanaan
dalam penyusunan APBN maupun APBD di dasarkan pada asas anggaran berimbang
(balance budget). Anggaran berimbang artinya bahwa semua pengeluaran disusun
berdasarkan pada penerimaan untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan dan
pengeluaran. Penempatan asas berimbang dalam kebijakan anggaran pada akhirnya
akan mendapat kesamaan jumlah antara penerimaan dan pengeluaran. Dengan
kebijakan berimbang diharaiikan kestabilan ekonomi dapat dipertahankan dan
dapat menghindarkan defisit. Selain kebijakan anggaran berimbang, dikenal pula
adanya anggaran surplus dan anggaran defisit.
Apabila
belanja lebih kecil daripada anggaran, disebut sebagai anggaran surplus.
Sebaliknya, apabila anggaran lebih kecil daripada pengeluaran atau pengeluaran
lebih besar daripada anggaran, disebut anggaran defisit. Masing-masing
kebijakan anggaran mempunyai kecenderungan tersendiri. Pada sistem anggaran
berimbang misalnya, perekonomian cenderung berjalan stabil jika dibandingkan
dengan kebijakan anggaran defisit dan surplus.
Kebijakan
anggaran defisit cenderung mendorong timbulnya tingkat inflasi yang lebih
tinggi. Dengan ditempuhnya pencetakan uang untuk menutup defisit berarti
menambah jumlab uang yang beredar, dan selanjutnya akan mendorong naiknya
tingkat harga dan merosotnya nilai uang. Kalau keadaan tersebut berlangsung
terus-menerus maka inflasi dapat terjadi.
Kebijakan
anggaran surplus cenderung menimbulkan gejala deflasi. Surplus anggaran dapat
menimbulkan keadaan jumlah uang yang beredar semakin kecil, yang pada akhirnya
menyebabkan tingkat harga cenderung turun (gejala deflasi).
Sebagaimana
pembahasan sebelumnya Kebijakan anggaran yang dianut di Indonesia sebelum tahun
2001 menggunakan anggaran berimbang dinamis, dan sejak tahun 2001 menggunakan
kebijakan anggran surplus/defisit.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan anggaran sangat mempengaruhi
ekonomi suatu negara, dan berarti juga ikut mempengaruhi tingkat kemakmuran
negara melalui terciptanya stabilitas moneter.
Kelangsungan
anggaran negara menjadi isu penting di saat krisis ekonomi yang menimbulkan kerusakan
di berbagai bidang telah meningkatkan beban belanja APBN dalam jumlah sangat
besar. Tambahan beban tersebut meliputi alokasi dana APBN untuk (i) pembayaran
bunga program rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan; (ii) pembiayaan
program Jaring Pengaman Sosial; dan (iii) membengkaknya kebutuhan anggaran
untuk subsidi, terutama subsidi BBM. Beban APBN juga bertambah berat sebagai
akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya USD.
Oleh karenanya mempertahankan kelangsungan anggaran negara merupakan salah satu
hal yang mau tidak mau harus dilakukan oleh pemerintah, terutama menghadapi
tahun –tahun kedepan yang diprediksi akan menjadi tahun yang berat bagi bangsa
ini.
-Tissa
Ayu Aristi :)
1.
Pengertian APBN
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. APBN ini merupakan rencana kerja pemerintahan Negara dalam rangka
meningkatkan hasil-hasil pembangunan secara berkesinambungan serta melaksanakan
desentralisasi fiskal.
Periode APBN
di Indonesia pada masa Orde Baru berawal dari 1 April sampai dengan 31 Maret
tahun berikutnya. Pada pemerintahan saat ini, tahun anggaran meliputi masa satu
tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Contoh
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2004 dan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2005
Dari data
APBN tahun 2004 dan RAPBN 2005 di atas menunjukkan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan, baik kuantitatif maupun secara kualitatif. Kenaikan itu
sebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi yang menyebabkan kenaikan anggaran
penerimaan dan pengeluaran.
2. Tujuan
APBN
Tujuan APBN
adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan
kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat.
3. Fungsi
APBN
Anggaran
adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrumen
kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Dengan demikian APBN melaksanakan beberapa fungsi antara lain :
- Fungsi otorisasi mengandung arti
bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi perencanaan mengandung
arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan mengandung
arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
- Fungsi alokasi mengandung arti
bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
- Fungsi distribusi mengandung
arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan.
- Fungsi stabilisasi mengandung
arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
4.
Prinsip Penyusunan APBN
a. Prinsip
Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pendapatan
- Intensifikasi penerimaan
anggaran dalam hal jumlah dan kecepatan penyetoran.
- Intensifikasi penagihan dan
pemungutan piutang negara, misalnya sewa atas penggunaan barang-barang
milik negara.
- Penuntutan ganti rugi atas
kerugian yang diderita oleh negara dari denda yang telah dijanjikan.
b. Prinsip
Penyusunan APBN Berdasarkan Aspek Pengeluaran Negara
- Hemat, tidak mewah, efisien, dan
sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.
- Terarah, terkendali sesuai
dengan rencana, program/kegiatan.
- Semaksimal mungkin menggunakan
hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi
nasional.
5. Azas
Penqusunan APBN
Penyusunan
program pembangunan tahunan dituangkan dalam APBN dengan berazaskan:
- Kemandirian, artinya sumber
penerimaan dalam negeri semakin ditingkatkan.
- Penghematan atau peningkatan
efisiensi dan produktivitas.
- Penajaman prioritas pembangunan.
6.
Landasan Hukum APBN
- UUD 1945 pasal 23 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara
7. Cara
Penyusunan APBN
Anggaran
negara pada suatu tahun secara sederhana bisa dibaratkan dengan anggaran rumah
tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki dua sisi, yaitu sisi
penerimaan dan sisi pengeluaran.
Dalam
menyusun anggaran, penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) dihadapkan dengan berbagai ketidak pastian. Setidaknya terdapat enam
sumber ketidakpastian yang berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN yakni
(i) harga minyak bumi di pasar internasional; (ii) kuota produksi minyak mentah
yang ditentukan OPEC; (iii) pertumbuhan ekonomi; (iv) inflasi; (v) suku bunga;
dan (vi) nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD).
Penetapan
angka-angka keenam unsur diatas memegang peranan yang sangat penting dalam
penyusunan APBN. Hasil penetapannya disebut sebagai asum-asumsi dasar
penyusunan RAPBN. Penetapan angka asumsi ini dilaksanakan oleh suatu tim yang
terdiri dari wakil-wakil dari Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kantor Menteri Koordinator
Perekonomian, dan Badan Pusat Statistik, yang bersidang secara rutin untuk
membahas dan menentukan angka asumsi. Angka-angka asumsi yang dihasilkan oleh
tim ini selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk menyusun RAPBN. Perlu diketahui
bahwa angka-angka yang tertera ini masih berupa usulan dari pihak eksekutif
(pemerintah) kepada pihak legislatif (DPR).
Selanjutnya
RAPBN ini disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam suatu sidang paripurna
yang merupakan awal dari proses pembahasan RAPBN antara pemerintah dan DPR.
Tentunya perubahan terhadap angka asumsi RAPBN sangat mungkin terjadi selama
berlangsungnya proses pembahasan antara Pemerintah dan DPR. Perubahan ini
mencerminkan banyak hal diantaranya (i) Pemerintah dan DPR bertanggungjawab
terhadap keputusan penetapan angka-angka asumsi dalam APBN; (ii) angka asumsi
ditetapkan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan politik; dan (iii) terjadi
pergeseran secara riil status APBN, dari “milik pemerintah” menjadi “milik
publik”.
Sesudah
RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian ditetapkan menjadi APBN melalui
Undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan
Undang-undang APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Agar
pelaksanaa APBN sesuai dengan rencana, maka dikeluarkan Keputusan Presiden
tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keputusan Presiden
tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di dalam undang-undang
APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor daerah kementerian
negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan pembayaran untuk
tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga. Selain itu, penuangan
dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk provinsi/kabupaten/kota
dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan perusahaan/badan yang menerima.
6.
Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan
pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan
mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Laporan
pertanggung-jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan
yang setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan
arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6
(enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian
pula laporan keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
B. Sumber
Penerimaan Dan Pengeluaran Negara
Secara garis
besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu (i) Pendapatan Negara dan
Hibah; (ii) Belanja Negara; (iii) Keseimbangan Primer; (iv) Surplus/Defisit
Anggaran; dan (v) Pembiayaan. Format APBN secara lebih rinci adalah sebagai
berikut :
I.
Pendapatan Negara dan Hibah
a.
Penerimaan Dalam Negeri
- Penerimaan Perpajakan
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
b. Hibah
II. Belanja
Negara
A. Anggaran
Belanja Pemerintah Pusat
- Pengeluaran
Rutin
-
Pengeluaran Pembangunan
B. Anggaran
Belanja Untuk Daerah
- Dana
Perimbangan
- Dana
Otonomi Khusus dan Penyeimbang
III.
Keseimbangan Primer
IV.
Surplus/Defisit Anggaran
V.
Pembiayaan
A.
Pembiayaan Dalam Negeri
B.
Pembiayaan Luar Negeri
Sebagaimana
terlihat dalam lampiran APBN Tahun 2004 dan RAPBN 2005 di Tabel 2.1 menunjukkan
adanya kelompok rincian penerimaan (pendapatan) dan kelompok rincian
pengeluaran (belanja) negara.
A. Sumber
Penerimaan
Sumber
penerimaan Pendapatan Negara adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan Negara bukan pajak, serta penerimaan hibah
dari dalam negeri dan luar negeri
I.
Penerimaan Dalam Negeri
Penerimaan
dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima negara dalam bentuk
Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Bukan Pajak. Berdasarkan asumsi-asumsi
ekonomi makro, Pendapatan negara dan hibah direncanakan akan mencapai Rp
377,886.3 miliar rupiah atau naik Rp 28 triliun (8 persen) dari tahun 2004.
Secara lebih rinci sebgai berikut :
1.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional. Penerimaan ini durencanakan
mencapai jumlah 297.510,0 miliar rupiah.
a. Peneriaan
Pajak Dalam Negeri sebesar 285.147,3 miliar rupiah yang berasal dari Pajak
penghasilan (Migas dan Non Migas), Pajak pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Bangunan, BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), Cukai dan Pajak
lainnya.
b. Pajak
Perdagangan Internasional mencapai jumlah 12.362,7 miliar yang berasal dari Bea
masuk dan Pajak/pungutan ekspor
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah semua penerimaan yang diterima Negara
dalam bentuk penerimaan dari sumber daya alam, bagian pemerintah atas laba
badan usaha milik Negara, dan penerimaan Negara bukan pajak lainnya. Penerimaan
Bukan Pajak ini direncanakan mencapai jumlah 79.626,3 miliar rupiah meliputi
a.
Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas) 50.941,4 miliar.
b. Bagian
Laba BUMN mencapai 9.424,0 miliar rupiah, dan
c. PNBP
lainnya sebesar 19.260,9 miliar rupaih.
II.
Hibah
Penerimaan
hibah adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam
negeri, dan sumbangan lembaga swasta dan pemerintah luar negeri termasuk
lembaga Internasional. Penerimaan Hibah ini tidak perlu dikembalikan. Hibah
meliputi pemberian untuk proyek khusus dan untuk mendukung anggaran secara
umum. Hibah dalam bentuk peralatan, barang, dan bantuan teknis, misalnya
biasanya tidak dimasukkan dalam anggaran tetapi dicatat dalam item memorandum.
Dari tabel 2.1 dapat kita lihat bahwa jumlah hibah dapat direalisir untuk APBN
tahun 2003 sebesar 750,0 miliar rupiah
Jika kita
perhatikan, Sumber penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan
mencapai Rp 297,510 miliar rupiah atau 78,7 persen dan penerimaan bukan pajak
Rp 79,626,3 miliar rupiah atau 21,1 persen dari seluruh penerimaan negara.
B.
Pengeluaran Negara
Pengeluaran
atau belanja negara adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai belanja
pemerintah pusat dan belanja untuk daerah.
I. Belanja
Pemerintah Pusat
Belanja
pemerintah Pusat ini direncanakan mencapai jumlah 264.877,3 miliar rupiah yang
meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembayaran Bunga
Utang, Subsidi, Belanja Hibah, Bantuan Sosial dan Belanja Lain-lain.
Dari
keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat, sebesar Rp 264,877,3 miliar
rupiah dialokasikan kepada sekitar 53 kementerian/lembaga. Dari sejumlah
kementerian/lembaga tersebut, prioritas pertama adalah Kementerian Pertahanan dan
Keamanan, kedua Pendidikan, ketiga Prasarana Wilayah, keempat Kepolisian, dan
kelima Kesehatan, sesuai dengan prioritas kebijakan pembangunan nasional.
Belanja
pegawai
Dalam RAPBN
2005 alokasi untuk belanja pegawai adalah Rp 62.238,1 miliar rupiah dan belanja
barang adalah Rp 320.971,8 miliar rupiah. Anggaran belanja pegawai dalam tahun
2005 direncanakan meningkat 3,9 persen
Belanja
Modal
Disamping
itu, dalam rangka mendukung pembangunan nasional, dianggarkan belanja modal Rp
42,7 triliun, yang berarti jumlahnya bertambah 8,6 persen dari anggaran yang
sama tahun 2004. Belanja modal tersebut akan dipergunakan untuk kegiatan
investasi sarana dan prasarana pembangunan, yaitu dalam bentuk tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta belanja modal fisik lainnya.
Pembayaran
Bunga Utang
Selanjutnya,
pemerintah juga menganggarkan pembayaran bunga utang sebesar Rp 63.986,8 miliar
rupiah, terdiri atas bunga utang dalam negeri Rp 38,844,5 miliar rupiah dan
bunga utang luar negeri Rp 25,142,4 miliar rupiah.
Subsidi
Subsidi
merupakan bentuk pengeluaran pemerintah yang mengakibatkan kenaikan daya beli
masyarakat. Peningkatan daya beli bisa terjadi melalui dua hal, (i) harga
barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari yang seharusnya; dan (ii)
penghasilan masyarakat meningkat karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk
memperoleh suatu barang/jasa. Contoh, pemberian subsidi pada Pertamina
dimaksudkan agar harga jual bahan bakar minyak (BBM) pada masyarakat lebih
rendah dari biaya pengadaannya sehingga sebagian dari penghasilan masyarakat
yang seharusnya dipakai untuk membayar konsumsi BBM dapat dipakai untuk
keperluan lain. Berdasarkan sifat subsidi yang meningkatkandaya beli masyarakat
atau seolah-olah menambah penghasilan, maka subsidi sering disebut sebagai pajak
negatif. Pengeluaran untuk subsidi selalu terkait dengan kebijakan stabilisasi
ekonomi yang ditempuh melalui pengendalian harga barang-barang yang banyak
dikonsumsi masyarakat atau dianggap merupakan hajat hidup orang banyak.
Bentuk-bentuk subsidi tersebut diantaranya adalah (i) subsidi tariff listrik;
(ii) subsidi BBM; (iii) subsidi pupuk; (iv) subsidi harga benih; (v) subsidi
pengadaan pangan pada Badan Urusan Logistik (BULOG); (vi) subsidi bunga pada
kredit program, dan lain-lain.
Dalam tahun
2005 dianggarkan subsidi BBM, listrik, pangan, pupuk, kredit program, dan
kepada BUMN pelaksana jasa layanan umum Rp 33,645,2 miliar rupiah, yang
menunjukkan peningkatan 26,3 persen dari anggarannya tahun 2004.
II. Belanja
Daerah
Belanja
untuk daerah adalah semua pengeluaran Negara untuk membiayai dana perimbangan,
serta dana otonomi khusus dan dana penyesuaian. Langkah-langkah kebijakan yang
diusulkan tahun 2005 untuk belanja daera direncanakan mencapai jumlah
129.901,2. miliar rupiah
1. Dana
perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana Perimbangan ini
yang direncanakan mencapai 123.448,2 miliar rupiah.
Dana bagi
hasil (DBH) adalah bagian daerah atas penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan sumber daya alam
Dana alokasi
umum (DAU) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
Dana alokasi
khusus (DAK) adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada daerah
untuk membantu membiayai kebutuhan khusus
2. Dana
otonomi khusus dan dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk
membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, serta untuk
penyesuaian kekurangan dana alokasi umum untuk beberapa daerah. Dana Otonomi
Khusus dan Penyesuaian ini dialokasikan mencapai sebesar 6.453,0.
C.
Surplus/Defisit Anggaran
Deifisit
anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di
saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara
untuk mengukur defisit anggaran, yaitu :
1. Defisit
Konvensional adalah defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total
belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
2. Defisit
Moneter merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran
pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang).
3. Defisit
Operasional Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan
nilai nominal
4. Defisit
Primer merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga
hutang) dengan total pendapatan.
Prospek
ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 diperkirakan akan semakin membaik dengan
pertumbuhan ekonomi akan mencapai sebesar 5,4 persen, laju inflasi sebesar 5,5
persen, nilai tukar rupiah rata-rata sebesar Rp8.600/US$ dan tingkat suku bunga
SBI - 3 bulan sekitar 6,5 persen per tahun. Sementara itu, harga minyak
internasional dan tingkat produksi minyak Indonesia diperkirakan masing-masing
sebesar US$24 per barel dan 1,125 juta barel per hari.
Dengan
asumsi tersebut, maka pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2005 diperkirakan
mencapai sebesar Rp 377,886,3 miliar rupiah (17,2 persen PDB), sedangkan
belanja negara diperkirakan mencapai sebesar Rp 394,778,5 miliar rupiah (18,0
persen PDB). Dengan demikian, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp 16,892,2
miliar rupiah (0,8 persen PDB).
E.
Pembiayaan
Dalam
keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah
direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bisa berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut sebagai
pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk misalnya (i) hutang; (ii) menjual asset milik negara; dan (iii)
memperoleh hibah.
Hutang luar
negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti
(i) negara sahabat; (ii) lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB, dll); dan
(iii) pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima
dapat berupa (i) dana; (ii) barang; dan (iii) jasa. Berbentuk barang bila
pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secara
kredit. Sedangkan bentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari
pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu
yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.
Berdasarkan
RAPBN tahun 2005 defisit anggaran akan mencapai sebesar Rp 16,892,2 miliar
rupiah, defisit ini akan dibiayai dari sumber dalam negeri sebesar Rp 37,085,8 miliar
rupiah (1,7 persen PDB) dikurangi pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp
20,193,6 miliar rupiah (0,9 persen PDB).
C.
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD)
Sesuai
dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara sebagian
kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota selaku
pengelola keuangan daerah. Untuk selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
1.
Pengertian APBD
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
2. Tujuan
APBD
Tujuan APBD
adalah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran dalam melaksanakan kegiatan
daerah untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bagi masyarakat daerah.
3. Fungsi
APBD
Sebagaimana
fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, maka APBD berfungsi sebagai
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4. Cara
Penyusunan APBD
APBD
merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Sebagaimana
penyusunan APBN, maka langkah-langkah penyusunan APBD adalah sebagai berikut :
Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Sesudah
RAPBD disetujui oleh DPR, RAPBD kemudian ditetapkan menjadi APBD melalui
Peraturan daerah. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang
diajukan Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut
dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
D.
Pengaruh Apbn Dan Apbd Terhadap Perekonomian.
Dengan APBN
dan APBD, dapat diketahui arah, tujuan, serta prioritas pembangunan yang akan
dan sedang dilaksanakan. Dengan demikian, peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana ekonomi juga akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi.
Peningkatan sumber daya manusia yang dapat menerapkan teknologi tinggi dalam
proses produksi, sehingga hasil-hasil produksi semakin meningkat. Peningkatan
produksi yang tidak dikonsumsi akan meningkatkan tabungan masyarakat. Akhirnya,
peningkatan tabungan akan meningkatkan investasi sehingga semakin banyak barang
dan jasa yang tersedia bagi masyarakat.
E.
Kebijakan Anggaran.
Penyusunan
Anggaran dilatarbelakangi oleh suatu kebijaksanaan tententu. Sebagai contoh,
misalnya sasaran-sasanan apakah yang hendak dicapai dengan APBN Tahun 2004
atau Tahun 2005?. Sasaran APBN tidak lepas dan sasaran kebijaksanaan keuangan
pemerintah yang pada giirannya harus menunjang sasaran pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi sebagaimana direncanakan dalam pembangunan dan kestabilan
moneter, perluasan kesempatan kerja, pelayanan umum dan lain-lainnya yang
menyangkut peningkatan kesejahtenaan rakyat.
Sebelum
tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang dinamis, dimana jumlah
penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan jumlahnya
diupayakan meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001 hingga sekarang,
prinsip anggaran yang digunakan adalah anggaran surplus/defisit.
Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya, penyusunan RAPBN mulai tahun 2005 telah menerapkan
format baru yaitu Format Anggaran Terpadu (Unified Budget) berdasarkan
ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara. Format baru tersebut merupakan sistem penganggaran terpadu yang melebur
anggaran rutin dan pembangunan dalam satu format anggaran. Penggabungan belanja
rutin (meliputi gaji, pemeliharaan, perjalanan dinas, dan belanja barang)
dengan belanja pembangunan diharapkan mengurangi tumpang tindih alokasi.
Dalam upaya
mewujudkan kesinambungan fiskal, maka langkah strategis yang akan dijalankan
oleh Pemerintah, yaitu;
(i)
menurunkan defisit APBN secara bertahap menuju kondisi seimbang atau surplus,
dan
(ii)
melakukan manajemen pembiayaan anggaran yang optimal, efisien, dan
efektif.
Penurunan
defisit APBN dimaksudkan agar tambahan beban pembiayaan, yang terutama berasal
dari utang, dapat dikurangi sehingga secara bertahap rasio utang Pemerintah
terhadap PDB menjadi semakin berkurang.
Sementara
itu, pengelolaan pembiayaan anggaran lebih diutamakan kepada pembiayaan dari
utang dalam negeri dan luar negeri, dengan pengelolaan yang sesuai kebijakan
untuk menjaga kesinambungan fiskal, sedangkan penggunaan rekening pemerintah di
Bank Indonesia dan privatisasi BUMN yang jumlahnya terbatas hanya bersifat sementara.
Sejalan
dengan itu, format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account.
Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan
negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.
Konversi
belanja negara menurut klasifikasi ekonomi dari format lama ke format baru
disajikan dalam tabel belanja negara berikut ini
Kebijaksanaan
APBN mungkin berbeda-beda menurut kebijaksanaan umum yang dilaksanakan. Mungkin
kebijaksanaan APBN Indonesia tahun 2010, tidak perlu lagi didasarkan atas asas
berimbang dan dinamis. Hal itu, sekali lagi, tergantung pada kebijaksanaan
umum yang meliputi perkembangan politik, ekonoini dan sosial budaya.
F. Macam
Kebijakan Anggaran
Sebagaimana
pembahasan terdahulu, Kebijakan anggaran dapat dilakukan dengan cara anggaran
berimbang, surplus, dan defisit.
Kebijaksanaan
dalam penyusunan APBN maupun APBD di dasarkan pada asas anggaran berimbang
(balance budget). Anggaran berimbang artinya bahwa semua pengeluaran disusun
berdasarkan pada penerimaan untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan dan
pengeluaran. Penempatan asas berimbang dalam kebijakan anggaran pada akhirnya
akan mendapat kesamaan jumlah antara penerimaan dan pengeluaran. Dengan
kebijakan berimbang diharaiikan kestabilan ekonomi dapat dipertahankan dan
dapat menghindarkan defisit. Selain kebijakan anggaran berimbang, dikenal pula
adanya anggaran surplus dan anggaran defisit.
Apabila
belanja lebih kecil daripada anggaran, disebut sebagai anggaran surplus.
Sebaliknya, apabila anggaran lebih kecil daripada pengeluaran atau pengeluaran
lebih besar daripada anggaran, disebut anggaran defisit. Masing-masing
kebijakan anggaran mempunyai kecenderungan tersendiri. Pada sistem anggaran
berimbang misalnya, perekonomian cenderung berjalan stabil jika dibandingkan
dengan kebijakan anggaran defisit dan surplus.
Kebijakan
anggaran defisit cenderung mendorong timbulnya tingkat inflasi yang lebih
tinggi. Dengan ditempuhnya pencetakan uang untuk menutup defisit berarti
menambah jumlab uang yang beredar, dan selanjutnya akan mendorong naiknya
tingkat harga dan merosotnya nilai uang. Kalau keadaan tersebut berlangsung
terus-menerus maka inflasi dapat terjadi.
Kebijakan
anggaran surplus cenderung menimbulkan gejala deflasi. Surplus anggaran dapat
menimbulkan keadaan jumlah uang yang beredar semakin kecil, yang pada akhirnya
menyebabkan tingkat harga cenderung turun (gejala deflasi).
Sebagaimana
pembahasan sebelumnya Kebijakan anggaran yang dianut di Indonesia sebelum tahun
2001 menggunakan anggaran berimbang dinamis, dan sejak tahun 2001 menggunakan
kebijakan anggran surplus/defisit.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan anggaran sangat mempengaruhi
ekonomi suatu negara, dan berarti juga ikut mempengaruhi tingkat kemakmuran
negara melalui terciptanya stabilitas moneter.
Kelangsungan
anggaran negara menjadi isu penting di saat krisis ekonomi yang menimbulkan kerusakan
di berbagai bidang telah meningkatkan beban belanja APBN dalam jumlah sangat
besar. Tambahan beban tersebut meliputi alokasi dana APBN untuk (i) pembayaran
bunga program rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan; (ii) pembiayaan
program Jaring Pengaman Sosial; dan (iii) membengkaknya kebutuhan anggaran
untuk subsidi, terutama subsidi BBM. Beban APBN juga bertambah berat sebagai
akibat anjloknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya USD.
Oleh karenanya mempertahankan kelangsungan anggaran negara merupakan salah satu
hal yang mau tidak mau harus dilakukan oleh pemerintah, terutama menghadapi
tahun –tahun kedepan yang diprediksi akan menjadi tahun yang berat bagi bangsa
ini.
-Tissa
Ayu Aristi :)
terimakasih
BalasHapus